Sebagai seorang cendekiawan Muslim, ia dikenal sebagai sosok yang menguasai berbagai bidang keilmuan seperti ilmu fikih, kalam, filsafat, logika, bahkan sufisme. Lahir di kota Tus, di wilayah modern Iran, pada 1053, ia telah menempuh pendidikan di berbagai kota seperti Gurgan dan Nisyapur. Beliau wafat pada tahun 1111, setelah melewati perjalanan panjang sufisme-nya, dan meninggal dengan tenang sambil meninggalkan wasiat, bahwa dirinya bukan pergi, hanya berpindah.
Ketika ia berguru pada seorang cendekiawan Muslim hebat, Al-Zuayni, ia dipuji berkat pengetahuannya yang seluas samudra. Bahkan sang guru merasa muridnya telah jauh melampaui dirinya. Kecerdasan ini kemudian menarik perhatian Nizam Al-Mulk, pejabat penting di Kesultanan Seljuk—kekuatan dominan di dunia Islam saat itu. Al-Mulk mengundang Al-Ghazali ke Baghdad, pusat peradaban Islam kala itu, dan menawarkannya posisi besar, menjadi direktur Universitas Nizamiyah, institut pendidikan tercanggih pada masa tersebut.
Saat itu, kepercayaan dalam Islam sedang terpecah dalam berbagai sekte, beberapa bahkan beraliran ekstrem. Salah satunya adalah aliran Batiniyah, bagian dari Syiah Ismailiyah, yang meyakini bahwa makna sejati syariat Islam hanya bisa diketahui oleh segelintir orang terpilih. Tidak kalah penting, muncul pula filsuf-filsuf Muslim seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, yang menurut Al-Ghazali telah terlalu jauh terpengaruh oleh filsafat Yunani kuno.
Namun Al-Ghazali bukanlah sembarang cendekiawan. Ia tidak membantah dengan kemarahan, tetapi melawan dengan cara yang cendekia: menggunakan logika, rasio, dan filsafat. Bukunya Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Para Filsuf) secara tajam membedah kesalahan-kesalahan logis para filsuf yang terlalu mengidolakan filsafat Yunani. Ia melawan filsafat dengan senjata filsafat itu sendiri.
Dalam Tahafut al-Falasifah, Al-Ghazali membahas 20 pasal inti pemikiran filsuf. Namun menurutnya, ada tiga pandangan filsafat yang sangat berbahaya, bahkan bisa membuat seorang Muslim menjadi kufur. Pertama, soal keabadian alam. Filsuf percaya bahwa alam itu abadi, tidak diciptakan. Al-Ghazali menolak keras hal ini, karena bertentangan dengan Al-Qur’an yang menyatakan bahwa alam diciptakan dari ketiadaan oleh kehendak Tuhan.
Kedua, tentang pengetahuan Tuhan. Para filsuf mengatakan bahwa Tuhan hanya mengetahui hal-hal yang universal, bukan yang partikular atau spesifik. Bagi Al-Ghazali, ini berarti merendahkan kekuasaan Tuhan, karena menggambarkan-Nya seolah tidak mengetahui detail-detail ciptaan-Nya. Ketiga, tentang kebangkitan rohani. Para filsuf percaya bahwa di akhirat hanya ruh yang dibangkitkan, bukan jasad. Sekali lagi, Al-Ghazali menegaskan bahwa pandangan ini bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an yang menyebutkan kebangkitan jasmani.
Penting untuk dicatat, Al-Ghazali bukan anti-filsafat seperti yang kerap disalahpahami. Ia justru pendukung rasionalitas dan perkembangan ilmu pengetahuan, asalkan tetap berpijak pada prinsip keseimbangan antara akal dan wahyu. Akal tidak boleh melampaui, mengubah, atau menginterpretasi wahyu semaunya.
Tak hanya mengkritik filsafat, ia juga menulis Fada’ih al-Batiniyyah (Kesalahan Kaum Batiniyah) yang menyoroti kekacauan pemikiran Batiniyah. Baginya, Batiniyah bukan hanya ancaman teologis, tapi juga politis. Hassan As-Sabbah, seorang tokoh Batiniyah, bahkan mendirikan sekte Hashshashin, kelompok radikal yang meneror politisi Islam. Menurut Al-Ghazali, tafsir-tafsir Batiniyah sangat melecehkan agama, seperti keyakinan bahwa jika seseorang sudah tahu makna shalat, maka ia tak perlu lagi shalat secara fisik. Ini jelas bertentangan dengan prinsip syariat.
Walaupun pencapaiannya luar biasa, tentu sosok beliau tidak lepas dari kritik. Salah satu Profesor matematika, Nuh Aydin, berpendapat bahwa Tahafut al-Falasifah justru telah melumpuhkan tradisi keilmuan dalam dunia Islam. Namun anggapan ini terlalu menyederhanakan persoalan. Banyak faktor lain turut mempengaruhi kemunduran peradaban Islam, serangan bangsa Mongol, lemahnya kepemimpinan khalifah, dan Perang Salib.
Al-Ghazali tetaplah seorang rasionalis. Ia tidak membunuh ilmu, ia justru menyelamatkan agama dari distorsi,baik dari ekstrimisme sektarian maupun dari rasionalisme yang tanpa batas.
Kritik lain datang dari Ibnu Rushd, filsuf besar dari Andalusia, lewat bukunya Tahafut al-Tahafut (Kerancuan atas Kerancuan). Ibnu Rushd mencoba menjawab bantahan Al-Ghazali. Menurutnya, pertama, alam semesta memang abadi karena ia berjalan dengan kehendak aktif Tuhan, bukan karena tidak diciptakan. Kedua, ia merasa Al-Ghazali salah paham, Tuhan mengetahui hal-hal partikular bukan seperti manusia mengetahuinya, tapi dari sudut pandang keuniversalan-Nya yang sempurna. Ketiga, soal kebangkitan jasmani, menurut Ibnu Rushd, tubuh fisik yang lama telah rusak. Jika dibangkitkan dengan tubuh baru, itu tidak adil karena yang melakukan dosa adalah tubuh lama. Maka, yang bangkit adalah ruh, yang memang menjadi subjek utama pahala dan siksa.
Perdebatan antara Al-Ghazali dan Ibnu Rushd mencerminkan ketegangan klasik antara akal dan wahyu, rasio dan iman. Tapi justru di sanalah keindahan warisan intelektual Islam.
Pada akhirnya, terlepas dari berbagai kritik yang diarahkan padanya, jasa Al-Ghazali dalam membela dan memurnikan ajaran Islam tetaplah besar. Dengan lebih dari 70 karya yang ditulisnya, Al-Ghazali berhasil meluruskan kembali arah pemikiran Islam, menyatukan rasio dengan iman, akal dengan wahyu. Ia melawan kaum Batiniyah dan para filsuf yang kebablasan, dengan senjata yang sama, akal dan logika.
Karena itu, ia dikenal sebagai “Hujjatul Islam”, pembela Islam, atau Mujaddid yang diprediksi Nabi Muhammad akan datang setiap 100 tahun untuk memurnikan ajaran Islam. Dan memang, Al-Ghazali bukan sekadar seorang pemikir, ia adalah tonggak peradaban.
Referensi :
[https://suaramuhammadiyah.id/read/al-ghazali-dan-filsafat](https://suaramuhammadiyah.id/read/al-ghazali-dan-filsafat)
[https://en.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali](https://en.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali)
[https://jabar.nu.or.id/ngalogat/filsafat-imam-al-ghazali-S2OI6](https://jabar.nu.or.id/ngalogat/filsafat-imam-al-ghazali-S2OI6)
[https://en.wikipedia.org/wiki/Batiniyya](https://en.wikipedia.org/wiki/Batiniyya)