Model Pertumbuhan Penduduk Malthus

(Thomas Robert Malthus. Sumber : Wikimedia Commons)

    Pasca terjadinya Revolusi Industri di Inggris, pertumbuhan penduduk yang didukung oleh kemajuan teknologi pertanian dan layanan kesehatan menciptakan pandangan baru terhadap masa depan peradaban manusia. Banyak yang percaya bahwa manusia kini mampu mengatasi kelangkaan dengan teknologi yang baru mereka temukan. Namun, di tengah optimisme itu, terdapat satu sosok yang cukup pesimis: Thomas Malthus.

    Thomas Malthus adalah seorang ekonom ternama di Inggris. Prestasinya bahkan diakui oleh Charles Darwin, yang nantinya terinspirasi olehnya dalam mengembangkan teori seleksi alam. Dalam karya tulisnya, Principles of Population yang rilis pada 1798, Malthus memaparkan teorinya mengenai hubungan antara pertumbuhan populasi dan ketersediaan pangan.

    Menurut Malthus, pertumbuhan populasi manusia bersifat geometris, sementara pertumbuhan pangan hanya bersifat aritmetis. Sebagai ilustrasi, pertumbuhan populasi mengikuti pola 1, 2, 4, 8, 16, 32, dan seterusnya, sedangkan pertumbuhan pangan hanya 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan populasi jauh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan pangan. Akibat ketimpangan laju ini, Malthus memperkirakan bahwa populasi manusia akan mencapai, bahkan melampaui, batas maksimum produksi pangan. Kondisi ini, menurutnya, akan memicu tekanan terhadap populasi, melalui kelaparan, wabah penyakit, hingga peperangan.

    Untuk menghindari bencana tersebut, Malthus mengajukan konsep yang dikenal sebagai penahanan moral (moral restraint). Ia menyarankan manusia untuk mengendalikan hasrat berkembang biak, menghindari hubungan seksual di luar pernikahan, dan bahkan menunda pernikahan hingga kondisi ekonomi memadai. Dalam pandangan ekstremnya, Malthus juga mengusulkan agar bantuan kepada kaum miskin dibatasi, karena menurutnya, kelompok ini cenderung memperbanyak keturunan tanpa meningkatkan produktivitas. Pandangan ini tentu bertentangan dengan semangat zamannya, di mana banyak pihak percaya bahwa pertumbuhan populasi yang cepat adalah kunci kemajuan ekonomi negara.

    Tidak mengherankan, pandangan pesimis Malthus menuai banyak kritik. Ia dinilai terlalu meremehkan kemampuan manusia dalam mengembangkan teknologi. Pupuk kimia, mekanisasi pertanian, dan inovasi agrikultur melipatgandakan hasil panen dan menyediakan pangan dalam jumlah besar. Selain itu, Malthus dianggap gagal memahami bahwa manusia, seiring meningkatnya kesejahteraan, cenderung mengurangi angka kelahiran mereka secara sukarela.

    Meskipun banyak kritik, bukan berarti teori Malthus benar-benar usang. Kebijakan seperti program keluarga berencana justru merupakan warisan pemikiran Malthus yang diteruskan oleh kaum Neo-Malthusian, seperti Paul Ehrlich. Teori Malthus juga masih terasa relevan di sebagian besar negara berkembang, di mana keluarga dengan produktivitas rendah masih cenderung memiliki banyak anak.


[BBC - History - Thomas Malthus](https://www.bbc.co.uk/history/historic_figures/malthus_thomas.shtml)


[Thomas Robert Malthus - Econlib](https://www.econlib.org/library/Enc/bios/Malthus.html)


[Who Was Thomas Malthus? What Is the Malthusian Growth Model?](https://www.investopedia.com/terms/t/thomas-malthus.asp#:~:text=Thomas%20Malthus%20was%20an%2018th-century%20British%20philosopher%20and,an%20exponential%20formula%20used%20to%20project%20population%20growth.)


[Thomas Malthus | Biography, Theory, Overpopulation, Poverty, & Facts | Britannica Money](https://www.britannica.com/money/Thomas-Malthus)


[Industrial Revolution: Definition, Inventions & Dates - HISTORY](https://www.history.com/articles/industrial-revolution)


Subair, S. (2018). RELEVANSI TEORI MALTHUS DALAM DISKURSUS KEPENDUDUKAN KONTEMPORER. _DIALEKTIKA_, _9_(2). https://doi.org/10.33477/dj.v9i2.224