Sebelum abad ke-6 sebelum masehi, bangsa Yunani biasa menjelaskan fenomena-fenomena alam dengan narasi mitologis yang melibatkan para dewa. Segala kejadian di dunia, mulai dari hujan hingga gempa bumi, dianggap sebagai tindakan para makhluk supranatural. Namun, perubahan besar mulai terjadi ketika seorang pemikir bernama Thales tampil dengan pendekatan yang berbeda. Ia mencoba memahami alam melalui penalaran rasional, bukan melalui mitos.
Thales lahir di kota pesisir Anatolia, yakni Miletus, yang kelak menjadi pusat lahirnya tradisi filsafat awal. Di sana, ia mendirikan madzhab filsafat yang dikenal sebagai Madzhab Milesian. Fokus utama madzhab ini adalah filsafat alam, sebuah bidang yang bertanya tentang asal muasal dunia, mekanisme kerjanya, dan prinsip-prinsip dasar pembentuknya. Menurut Thales, materi utama (archê) yang membentuk alam semesta adalah air. Ia melihat air sebagai unsur yang fleksibel, dapat membeku, menguap, dan berubah bentuk—serta penuh nutrisi sebagai sumber kehidupan. Bahkan, Thales diduga mempercayai bahwa bumi ini mengapung di atas air.
Gagasan ini kemudian menginspirasi, namun juga ditantang oleh muridnya, Anaximandros. Tidak sepenuhnya sepakat dengan gurunya, Anaximandros mengembangkan pendekatan yang lebih abstrak. Ia memperkenalkan konsep aperion, sebuah zat yang tak terbatas, abadi, tidak terdefinisi, namun menjadi sumber segala sesuatu. Menurut Anaximandros, panas dan dingin, tinggi dan rendah, semuanya berasal dari ketegangan dalam aperion. Melalui konsep ini, ia tetap melanjutkan semangat Thales, menjelaskan alam bukan dengan mitos, melainkan dengan akal.
Pemikiran Anaximandros kemudian dilanjutkan oleh muridnya, Anaximenes. Berbeda dengan gurunya, Anaximenes memilih untuk kembali pada pemahaman archê yang lebih konkret. Ia berpendapat bahwa udara adalah unsur utama pembentuk segala sesuatu. Udara, menurutnya, mampu mengalami perubahan melalui proses kondensasi dan pengenceran, menghasilkan beragam bentuk materi yang kita lihat di alam.
Ketiga filsuf ini, Thales, Anaximandros, dan Anaximenes, dikenal sebagai para pelopor filsafat awal Yunani. Mereka menandai pergeseran besar dalam cara berpikir bangsa Yunani, dari kepercayaan mitologis menuju penalaran rasional. Meski kemudian madzhab Milesian mendapatkan kritik, salah satunya dari Parmenides yang berpendapat bahwa perubahan adalah ilusi dan bahwa kebenaran haruslah tetap dan satu, kontribusi para filsuf Milesian tetap monumental. Mereka mengajarkan bahwa untuk memahami alam, manusia harus menggunakan akal budi dan logika, bukan semata-mata mempercayai mitos.
[Thales of Miletus Dianggap Sebagai Bapak Filsafat Dunia Barat - Halaman 2 - National Geographic](https://nationalgeographic.grid.id/read/133745593/thales-of-miletus-dianggap-sebagai-bapak-filsafat-dunia-barat?page=2)
[Mengenal Lebih Dekat Anaximandros, Bapak Filsafat Pra-Sokratik - Kompasiana.com](https://www.kompasiana.com/marwanalfaruq3424/642c78194addee435c029f62/mengenal-lebih-dekat-anaximandros-bapak-filsafat-pra-sokratik)
[Anaximenes - World History Encyclopedia](https://www.worldhistory.org/Anaximenes/)
[Thales of Miletus - World History Encyclopedia](https://www.worldhistory.org/Thales_of_Miletus/)
[Pre-Socratics | Milesian School, Thales, Anaximander | Britannica](https://www.britannica.com/topic/pre-Socratic-philosophy)